Senin, 29 Oktober 2012

Elektrofisiologi Jantung

Lama tidak megang buku kuliah, akhirnya saya baca-baca lagi. Sembari refresh ilmu. Kali ini tentang elektrofisiologi jantung.

Jantung merupakan organ yang memakai sistem elektromekanikal di mana signal untuk kontraksi otot jantung timbul akibat penyebaran arus listrik di sepanjang otot jantung.

Saya menyadur tulisan ini dari buku Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG yang ditulis oleh
dr. Surya Dharma, Sp.JP, FIHA hal. 2 dan 3.

Ada konsep yang harus dipahami ketika kita bercerita soal elektrofisiologi jantung, yaitu

Konsep automaticity
Konsep automaticity mempunyai karakteristik berikut :
1. Sel jantung memiliki fungsi mekanik dan elektrik serta terdiri dari filamen-filamen kontraktil yang jika terstimulasi akan saling berinteraksi sehingga sel miokard akan berkontraksi.
2. Kontraksi sel otot yang berhubungan dengan perubahan muatan listrik disebut depolarisasi dan pengembalian muatan listrik disebut repolarisasi. Rangkaian proses ini disebut potensial aksi.
3. Sel miokard bersifat depolarisasi spontan yang berfungsi sebagai back up sel pacu jantung jika terjadi disfungsi nodal sinus atau kegagalan propagasi depolarisasi dengan manifestasi klinis berupa aritmia.

Komponen sistem konduksi


Gambar dari : Lange Instant Access EKGs and Cardiac Studies

1. Nodal Sinoatrial (SA)
- Nodal Sa merupakan sekumpulan sel yang terletak di bagian sudut kanan atas atrium kanan dengan ukuran panjang 10 - 20 mm dan lebar 2 - 3 mm serta merupakan pacemaker jantung.
- Nodal SA mengatur ritme jantung (60 - 100 x/menit) dengan mempertahankan kecepatan depolarisasi serta mengawali siklus jantung ditandai dengan sistol atrium.
- Impuls dari nodal SA menyebar pertama sekali ke atrium kanan lalu ke atrium kiri (melaui berkas Bachman) yang selanjutnya diteruskan ke nodal atrioventrikular (AV) melalui traktur internodal.

2. Nodal Atrioventrikular (AV)
- Nodal AV terletak dekat septum interatrial bagian bawah, di atas sinus koronarius dan di belakang katup trikuspid yang berfungsi memperlambat kecepatan konduksi sehingga memberi kesempatan atrium mengisi ventrikel sebelum sistol ventrikel serta melindungi ventrikel dari stimulasi berlebihan atrium seperti pada fibrilasi atrial.
- Nodal AV menghasilkan impuls 40 - 60 x/menit dan kecepatan konduksi 0,05 meter/detik.
- Impuls dari nodal AV akan diteruskan ke berkas His.

3. Sistem His-Purkinje
- Berkas His terbagi atas berkas kanan dan kiri. Berkas His kiri terbagi menjadi berkas anterior kiri, posterior dan septal. Berkas kanan menyebarkan impuls listrik ke ventrikel kanan, sedangkan berkas kiri menyebarkan impuls ke septum inter-vertikel dan ventrikel kiri dengan kecepatan konduksi 2 meter/detik.
- Berkas-berkas tersebut bercabang menjadi cabang-cabang kecil atau serabut purkinje yang tersebar mulai dari septum interventrikel sampai ke muskulus papilaris dan menghasilkan impuls 20-40x/menit dengan kecepatan konduksi 4 meter/detik.
- Impuls listrik menyebar mula dari endokardium ke miokardium dan terakhir mencapai epikardium. Selanjutnya otot jantung akan bergerak (twisting) dan memompa darah keluar dari ruang ventrikel ke pembuluh darah arteri


Rabu, 24 Oktober 2012

Part 2 : Terapi Vertigo (Habis)

Berikut ini bentuk terapi rehabilitasi vestibular untuk pasien vertigo


1.      Metode Brandt-Daroff17


 
(Pasien pada posisi duduk di tempat tidur, kemudian secara cepat pasien berubah posisi memiringkan tubuh ke arah kanan selama 30 detik, kemudian setelah 30 detik pasien kembali keposisi duduk dan dengan cara yang sama pasien berubah posisi kea rah kiri
  Dikutip dari Tee LH, Chee NWC. Vestibular Rehabilitation Therapy for the Dizzy Patient. Annals Academy of Medicine 2005; 34 (4): 289-94.

2.     Eppley maneuver14



 

(Pasien pada posisi duduk lurus menghadap ke depan di tempat tidur. Kepala pasien dimiringkan oleh petugas ke arah kanan dengan sudut 450 ke kanan. Kemudian pasien secara cepat di tidurkan telentang dengan kepala sedikit di rendahkan 200. Setelah 30 detik kepala dimiringkan dengan sudut 900 ke kiri selama 30 detik dan kemudian pasien dimiringkan makin ke kiri 90 0. Terakhir pasien dikembalikan ke posisi duduk.
Dikutip dari Swartz R, Longwell P. Treatment of Vertigo. American Family Phisician 2005; 71 (6): 1115-22.)

3.      Latihan visual vestibular19



 

(pasien pada posisi duduk, kemudian kepala menoleh ke kanan pada sudut 450 dengan pandangan tetap ke arah depan selama 30 detik, kemudian pandangan kembali ke depan dan dilanjuttkan ke arah kiri dengan pola yang sama.
Dikutip dari Hain TC. Balance and Vestibular Rehabilitation Therapy. Last updated: 9/2002. Diakses dari www.tchain.com tanggal 2 Agustus 2010).

4.      Latihan berjalan7
a.       Jalan menyebrang ruangan dengan mata terbuka
b.      Berjalan tandem dengan mata terbuka dan tertutup bergantian
c.       Jalan mengelilingi seseorang sambil melempar bola dengannya
d.      Physical conditioning dengan melakukan olah raga bowling, basket dan  jogging.

 
CATATAN : BEBERAPA PENYEBAB VERTIGO YANG SERING

Benign Paroxysmal Positional Vertigo
Dianggap merupakan penyebab tersering vertigo; umumnya hilang sendiri (self limiting) dalam 4 sampai 6 minggu. Saat ini dikaitkan dengan kondisi otoconia (butir kalsium di dalam kanalis semisirkularis) yang tidak stabil. Terapi fisik dan manuver Brandt-Daroff dianggap lebih efektif daripada medikamentosa.11,14

Penyakit Meniere
Dianggap disebabkan oleh pelebaran dan ruptur periodik kompartemen endolimfatik di telinga dalam; selain vertigo, biasanya disertai juga dengan tinitus dan gangguan pendengaran. Belum ada pengobatan yang terbukti efektif; terapi profilaktik juga belum memuaskan; tetapi 60-80 % akan remisi spontan. Dapat diberikan vasodilator, diuretik ringan bersama diet rendah garam; kadang-kadang dilakukan tindakan operatif berupa dekompresi ruangan endolimfatik dan pemotongan n.vestibularis. Pada kasus berat atau jika sudah tuli berat, dapat dilakukan labirintektomi atau merusak saraf dengan instilasi aminoglikosid ke telinga dalam (ototoksik lokal). Pencegahan antara lain dapat dicoba dengan menghindari kafein, berhenti merokok, membatasi asupan garam. Obat diuretik ringan atau antagonis kalsium dapat meringankan gejala. Simtomatik dapat diberi obat supresan vestibluer(terutama antihistamin).8,11
 
Neuritis vestibularis
Merupakan penyakit yang self limiting, diduga disebabkan oleh infeksi virus; jika disertai gangguan pendengaran disebut labirintitis.
Sekitar 50% pasien akan sembuh dalam dua bulan. Pada fase  awal, pasien dianjurkan istirahat di tempat tidur, diberi obat supresan vestibuler dan anti emetik. Mobilisasi dini dianjurkan untuk merangsang mekanisme kompensasi sentral.11
 
Vertigo akibat obat     
Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan hilangnya pendengaran.Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung platina. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik. Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin.
Terapi berupa penghentian obat bersangkutan dan terapi fisik; penggunaan obat supresan vestibuler tidak dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibluer. Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo.8,11

 
DAFTAR PUSTAKA

1.      Storper IS, Roberts JK. Dizziness, Vertigo and Hearing Loss. In: Rowland LP, Pedley TA (eds). Merritt’s Neurology, Twefth edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, 2010.
2.      Demyer WE. Deafness, Dizziness and Disorder Of Equilibrium. In: Ropper AH, Brown RH (eds). Adams and Victor’s Principles of Neurology, Eighth edition. New York: McGraw-Hill, 2005.   
3.      Hanley K, Dowd TO. Symptoms of Vertigo in General Practice: A Prospective Study of Diagnosis. British Journal of General Practice 2002; 52: 809-12.
4.      Towler HMA. Dizziness and Vertigo. British Medical Journal 1984; 288: 1739-43.
5.      Samy HM, Hamid MA. Dizziness, Vertigo and Imbalance. Updated 14 Januari 2010. Diakses dari www.emedicine.medscape.com tanggal 1 Agustus 2010.
6.      Strupp M, Brandt T. Diagnosis and Treatment of Vertigo and Dizziness. Deutsches Arzteblatt International 2008; 105 (10): 173-80.
7.      Kelompok Studi Vertigo PERDOSSI. Vertigo: Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi. 1998.
8.      Weber PC. History and Physical Examination. In: Weber PC (ed) .Vertigo and Disequilibrium. New York: Thieme Medical Publishers, 2008.
9.      Hain TC. Drug Treatment of Vertigo. Last updated: 9/2002. Diakses dari www.tchain.com tanggal 2 Agustus 2010.
10.  Joesoef AA. Tinjauan Umum Mengenai Vertigo. Dalam: Joesoef AA, Kusumastuti K (eds). Neuro-Otologi Klinis Vertigo. Surabaya: Airlangga University Press, 2002.
11.  Wreksoatmojo BR. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia Kedokteran 2004; 41 (144): 42-44.
12.  Kerns SC, Stankiewicz, Marzo SJ. Dizziness and Vertigo. In: Biller J (ed). Practical Neurology. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, 2009.
13.  Chang AK. Benign Positional Vertigo. Updated 24 Agustus 2009. Diakses dari www.emedicine.medscape.com tanggal 1 Agustus 2010.
14.  Swartz R, Longwell P. Treatment of Vertigo. American Family Phisician 2005; 71 (6): 1115-22.
15.  Marill KA. Central Vertigo. Updated 6 November 2009. Diiakses dari www.emedicine.medscape.com tanggal 1 Agustus 2010.
16.  Brandt T, Dieterich M, Strupp M. Bell DS. Vertigo and Dizziness. London: Springer-Verlag, 2005.
17.  Tee LH, Chee NWC. Vestibular Rehabilitation Therapy for the Dizzy Patient. Annals Academy of Medicine 2005; 34 (4): 289-94.
18.  Troost BT, Patton JM. Exercise therapy for Positional Vertigo. Updated 27 Maret 2001. Diakses dari www.newbppvpaper.html.
19.  Hain TC. Balance and Vestibular Rehabilitation Therapy. Last updated: 9/2002. Diakses dari www.tchain.com tanggal 2 Agustus 2010.