Jumat, 30 April 2010

Evaluasi Klinis, Diagnosis, dan Pengobatan Glomerulonefritis

Glomerulonefritis (GN) merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral dan penyebab penting penyakit ginjal tahap akhir (PTGA). Di Indonesia, GN merupakan penyebab utama PGTA yang menjalani terapi pengganti dialysis. Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan/atau hematuria. Berdasarkan penyebab terjadinya kelainan, dibedakan atas GN primer dan GN sekunder. GN primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri, sedangkan GN sekunder apabila berasal dari penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus, lupus eritomatosus sistemik (LES), myeloma multiple, atau amiloidosis.

Kerusakan glomerulus tidak langsung disebabkan oleh endapan kompleks imun.
Mekanisme pertama apabila antigen (Ag) dari luar memicu terbentuknya antibody (Ab) spesifik kemudian membentuk kompleks Ab-Ag dalam sirkulasi. Kompleks imun akan mengaktivasi system komplemen yang kemudian berikatan dengan kompleks Ag-Ab. Kompleks imun yang mengalir dalam sirkulasi akan terjebak di dalam glomerulus dan mengendap di sub-endotel dan mesangium. Aktivasi system kmplemen akan terus berjalan setelah terjadi pengendapan kompleks imun.

Mekanisme kedua apabila Ab secara langsung berikatan dengan Ag yang merupakan komponen glomerulus. Alternatif lain apabila Ag nonglomerulus yang bersifat kation terjebak pada anionic glomerulus, diikuti pengendapan Ab dan aktivasi komplemen secara local.
Selain kedua mekanisme tersebut GN dapat dimediasi oleh imunitas selular.

Klinis dan Diagnosis GN
Glomerulonefritis ditandai dengan :
- Proteinuria
- Hematuria
- Penurunan fungsi ginjal
- Edema akibat perubahan eksresi garam
- Kongesti aliran darah
- Hipertensi

Manifestasi klinik GN merupakan kumpulan gejala atau sindrom klinik yang terdiri dari :
- Kelainan urin asimptomatik : ditemukan proteinuria subnefrotik dan atau hematuri mikroskopik tanpa edema, hipertensi, dan gangguan fungsi ginjal.

- Sindrom nefritik : ditemukan hematuria, proteinuria, gangguan fungsi ginjal, retensi air dan garam, serta hipertensi.

- GN progresif cepat : ditandai dengan penurunan fungsi ginjal dalam beberapa hari atau beberapa minggu, gambaran nefritik, dan pada biopsy ginjal menunjukkan gambaran spesifik.

- Sindrom nefritik : ditandai dengan proteinuria massif (≥3,5g/1,73 m²/hari), edema anasarka, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia).

- GN kronik : ditandai dengan proteinuria persisten dengan atau tanpa hematuria disertai penurunan fungsi ginjal progresif lambat.

Penatalaksanaan

- Pemberian obat yang menekan sistem kekebalan dan kortikosteroid tidak disarankan karena bisa memperburuk keadaan.

- Pemberian antibiotik jika terdapat sindrom nefritis akut akibat infeksi bakteri.

- Jika infeksi terjadi karena infeksi akibat penggunaan bagian tubuh buatan (misalnya : katup jantung buatan), prognosis bisa tetap baik asalkan dijaga dari infeksi.

- Penderita sebaiknya menjalani diet rendah protein agar keluaran protein lewat urin tidak bertambah, dan garam sampai fungsi ginjal membaik.

- Obat diuretik bisa diberikan untuk membantu eksresi garam dan air

- Obat Anti Hipertensi (OAH) diberikan untuk mencegah hipertensi.

Terapi pengganti pada pasien gagal ginjal seperti diterangkan Endang Susalit terdiri dari dialisis dan transplantasi ginjal. Di Indonesia, pelayanan dialisis yang paling banyak dilakukan adalah hemodialisis yang menggunakan membran sintetik semipermeabel. Selain hemodialisis, dialisis peritoneal juga dapat dilakukan sebagai terapi pengganti. Terapi ini dilakukan dengan memasukkan cairan dialisat ke dalam rongga peritoneum, dibiarkan beberapa waktu, kemudian dikeluarkan dan diisi kembali dengan cairan dialisat yang baru.

Hemodialisis merupakan proses pembersihan darah dari zat-zat toksik, air, dan cairan elektrolit dengan menggunakan ginjal buatan yang terbuat dari selaput semipermeabel. Hemodialisis dapat dilakukan pada pasien gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Namun demikian, penyulit yang mungkin timbul harus diantisipasi untuk mencegah terjadi komplikasi. Misalnya mengontrol penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan komplikasi seperti tekanan darah tinggi dan kencing manis. Hemodialisis juga dapat dilakukan pada pasien gagal ginjal karena sumbatan batu yang akan menjalani operasi dan pasien yang menunggu cangkok ginjal.

Selain hemodialisis, pada pasien gagal ginjal tahap akhir dapat dilakukan terapi pengganti lain, yakni transplantasi ginjal. Terapi ini dilakukan pada keadaan di mana fungsi ginjal sudah sangat menurun. Terapi ini merupakan terapi yang paling ideal karena lebih unggul dari segi prosedur, peningkatan kualitas hidup, dan ketergantungan pada fasilitas medik. Sebelum dilakukan transplantasi ginjal, terlebih dahulu harus dipastikan bahwa pasien mengalami gagal ginjal tahap akhir. Selain itu, calon resipien harus diseleksi untuk mengidentifikasi adanya masalah medik, sosial, dan psikologis yang dapat menghambat keberhasilan transplantasi ginjal. Donor ginjal dapat berasal dari donor hidup atau donor jenasah (kadaver).

REFERENSI :

PAPDI (Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia). 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p.527-529

Price and Wilson.2003. Patofisiologi, Konsep-Konsep Klinis Penyakit. Jakarta : EGC. p.925

http://www.ikcc.or.id/print.php?id=371

http://penyakitdalam.wordpress.com/2009/11/04/glomerulonefritis-akut-gna/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar