Jumat, 11 Juni 2010

Appendicitis : Diagnosis dan Terapi

Peradangan pada daerah appendiks merupakan masalah kesehatan yang sering dan memerlukan tindakan bedah yang segera. Merupakan masalah akut abdomen terbanyak dan dapat terjadi di semua umur. Insiden paling banyak pada usia decade 2 dan 3. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan relative sama. Insiden lebih tinggi di neara maju, tapi pada 3-4 dasawarsa terakhir menjadi menurun karena meningkatnya tren makan makanan berserat.

Anatomi dan Fisiologi Appendiks

Appendix vermiformis sering disebut sebagai umbai cacing. Istilah usus buntu untuk appendiks sebenarnya tidaklah tepat, karena yang dimaksud bagian usus buntu itu sebenarnya adalah caecum. Fungsi appendiks sampai hari ini belum diketahui secara pasti, sehingga baru disebut sebagai sebagai Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT).
Organ ini berbentuk tabung dengan panjang 10 cm, sedangkan pada bayi bentuknya kerucut. 65% bagiannya terletak di bagian intraperitoneal, dan sisanya di retroperitoneal, di belakang caecum, di belakang kolon ascenden, atau di bagian tepi lateralnya.

Persarafan daerah appendiks yaitu persarafan parasimpatis dari yang berasal dari cabang N. Vagus, diikuti dengan perdarahan oleh a.mesentrika superior dan a. appendikularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari N.Thoracalis X. Karena itu nyeri visceral pada appendicitis berawal dari sekitar umbilicus.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, appendiks merupakan GALT yang menghasilkan immunoglobulin sekretoar,berupa Immunoglobulin A (IgA) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks. Organ ini memproduksi lendir 1-2 cc/hari dan lender ini mengalir ke lumen dan caecum. Hambatan dari aliran ini merupakan salah satu factor yang berperan terhadap terjadinya appendicitis. Pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh. Pendapat yang mengatakan apabila pasca appendiktomi bisa menyebabkan kanker kolon masih menjadi kontroversi.

Etiologi dan Patogenesis

Obstruksi lumen, Closed Loop obstruction pada appendiks sebagai faktor dominan. Sedangkan kapasitas lumen appendiks normalnya 0,1 cc.

• Sumbatan : fekolit, hyperplasia jar.limfe ,tumor appendiks,cacing ascaris
• Penyebab lain erosi mukosa karena parasit E.hystolitica

• Konstipasi dan makanan kurang serat

• Konstipasi meningkatkan tekanan intrasekal, sehingga sumbatan fungsional lumen appendiks meningkatkan koloni kuman kolon.

• Bakteri : anaerobe dan aerob
Bakteriodes fragilis dan E Coli
Peptostrptococus ,Pseudomonas,B Splanchnicus, Lactobacilus .

Patologi appendicitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh dapat membatasi proses radang dengan menutup appendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler appendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, appendicitis akan sembuh, dan massa periapendikuler dapat menjadi tenang.

Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya, sehingga menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.

• Gejala klasik peradang akut appendik

• Nyeri samar dan tumpul ( nyeri visceral diepigastrium disekitar umbilikus ).

• Mual dan muntah ,anoreksia

• Dlm beberapa jam nyeri pindah kanan bawah titik Mc Burney

• Disini nyeri lebih tajam letaknya nyeri somatik setempat .Nyeri batuk /berjalan
• Kadang konstipasi shg pasien makan pencahar, menyebabkan cepat perforasi

• Bila letak appendiks rertrosekal,nyeri perut minimal dan menonjol nyeri perut sisi kanan,/ nyeri waktu berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yg menegang dari dorsal

• Bila letaknya pelvis, gejala ransangan sigmoid /rektum,peristaltik meningkat,
pengosongan rektum jadi lebih cepat dan berulang.

• Bila menempel ke vesika urinaria,frekwensi kencing jadi meningkat

• Gejala appendisitis akut kdg sulit didiagnosa

• Pada anak tidak spesifik, rewel dan tak mau makan.
Sering diketahui setelah perforasi ( 80 -90%).

• Pd usia lanjut, gejala sering samar2 ,terlambat diagnosa à > 50 % didiagnosa setelah perforasi .juga ada pengaruh atherosclerosis

• Pd kehamilan : K.U nyeri perut ,mual,muntah .

• Sering diragukan mual muntah pd hamil trisemester I

• Pada hamil lanjut, sekum dan appendik terdorong kekraniolateral shg keluhan tidak dirasakan diperut kanan bawah tapi lebih ke regio lumbal kanan.

Pemeriksaan
• Demam 37.5 – 38,5 derjat celsius

• Suhu lebih tinggi,menjadi perforasi

• Palpasi : nyeri tekan + ,nyeri tekan lepas +
tahanan otot kanan bawah .
Rovsing Sing +.Blumberg Sign +,Psoas sign +.Obturator sign +

• Peristalsis usus normal , bisa hilang bila peritonitis generalisata krn perforasi app.

• Pemeriksaan rektal : Nyeri pd anterior , t.u app letak pelvic.

• Pada anak Rectal Toucher tidak dianjurkan.

• Uji psoas dan uji obturator utk mengetahui letak appendiks
Diagnosis

• Diagnosis mungkin salah 15 -20 %

• Diagnosis salah lebih sering pada perempuan krn
gejala genitalia interna

• Bila ragu,observasi di RS diamati setiap 1-2 jam.
• Foto barium kurang dapat dipercaya

• USG,meningkatkan akurasi diangnosis

• Atau dgn laparoskopik diagnosis


Pemeriksaan laboratorium dan radiologi

• Jumlah lekosit darah membantu diagnosis

• Lekositosis : > 10.000 – 18.000/mm

• Pemeriksaan Radiologi : foto polos abdomen : àparalitik disekitar secum à udara dalam secum ,tampak fecolit diletak appendiks.Bila sdh peritonitis à obliterasi preperitoneal fat .

• Bila ragu : USG dan CT Scan Abdomen

Apendektomi direncanakan pada infiltrate periapendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberikan antibiotic terhadap kuman. Setelah keadaan tanang, sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendektomi. Pada anak, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendektomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan apapun, dan pemeriksaan tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah.

Referensi : Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar