Lama tidak megang buku kuliah, akhirnya saya baca-baca lagi. Sembari refresh ilmu. Kali ini tentang elektrofisiologi jantung.
Jantung merupakan organ yang memakai sistem elektromekanikal di mana signal untuk kontraksi otot jantung timbul akibat penyebaran arus listrik di sepanjang otot jantung.
Saya menyadur tulisan ini dari buku Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG yang ditulis oleh
dr. Surya Dharma, Sp.JP, FIHA hal. 2 dan 3.
Ada konsep yang harus dipahami ketika kita bercerita soal elektrofisiologi jantung, yaitu
Konsep automaticity
Konsep automaticity mempunyai karakteristik berikut :
1. Sel jantung memiliki fungsi mekanik dan elektrik serta terdiri dari filamen-filamen kontraktil yang jika terstimulasi akan saling berinteraksi sehingga sel miokard akan berkontraksi.
2. Kontraksi sel otot yang berhubungan dengan perubahan muatan listrik disebut depolarisasi dan pengembalian muatan listrik disebut repolarisasi. Rangkaian proses ini disebut potensial aksi.
3. Sel miokard bersifat depolarisasi spontan yang berfungsi sebagai back up sel pacu jantung jika terjadi disfungsi nodal sinus atau kegagalan propagasi depolarisasi dengan manifestasi klinis berupa aritmia.
Komponen sistem konduksi
Gambar dari : Lange Instant Access EKGs and Cardiac Studies
1. Nodal Sinoatrial (SA)
- Nodal Sa merupakan sekumpulan sel yang terletak di bagian sudut kanan atas atrium kanan dengan ukuran panjang 10 - 20 mm dan lebar 2 - 3 mm serta merupakan pacemaker jantung.
- Nodal SA mengatur ritme jantung (60 - 100 x/menit) dengan mempertahankan kecepatan depolarisasi serta mengawali siklus jantung ditandai dengan sistol atrium.
- Impuls dari nodal SA menyebar pertama sekali ke atrium kanan lalu ke atrium kiri (melaui berkas Bachman) yang selanjutnya diteruskan ke nodal atrioventrikular (AV) melalui traktur internodal.
2. Nodal Atrioventrikular (AV)
- Nodal AV terletak dekat septum interatrial bagian bawah, di atas sinus koronarius dan di belakang katup trikuspid yang berfungsi memperlambat kecepatan konduksi sehingga memberi kesempatan atrium mengisi ventrikel sebelum sistol ventrikel serta melindungi ventrikel dari stimulasi berlebihan atrium seperti pada fibrilasi atrial.
- Nodal AV menghasilkan impuls 40 - 60 x/menit dan kecepatan konduksi 0,05 meter/detik.
- Impuls dari nodal AV akan diteruskan ke berkas His.
3. Sistem His-Purkinje
- Berkas His terbagi atas berkas kanan dan kiri. Berkas His kiri terbagi menjadi berkas anterior kiri, posterior dan septal. Berkas kanan menyebarkan impuls listrik ke ventrikel kanan, sedangkan berkas kiri menyebarkan impuls ke septum inter-vertikel dan ventrikel kiri dengan kecepatan konduksi 2 meter/detik.
- Berkas-berkas tersebut bercabang menjadi cabang-cabang kecil atau serabut purkinje yang tersebar mulai dari septum interventrikel sampai ke muskulus papilaris dan menghasilkan impuls 20-40x/menit dengan kecepatan konduksi 4 meter/detik.
- Impuls listrik menyebar mula dari endokardium ke miokardium dan terakhir mencapai epikardium. Selanjutnya otot jantung akan bergerak (twisting) dan memompa darah keluar dari ruang ventrikel ke pembuluh darah arteri
Senin, 29 Oktober 2012
Rabu, 24 Oktober 2012
Part 2 : Terapi Vertigo (Habis)
Berikut ini bentuk terapi rehabilitasi vestibular untuk pasien vertigo
1.
Metode Brandt-Daroff17
(Pasien
pada posisi duduk di tempat tidur, kemudian secara cepat pasien berubah posisi
memiringkan tubuh ke arah kanan selama 30 detik, kemudian setelah 30 detik
pasien kembali keposisi duduk dan dengan cara yang sama pasien berubah posisi
kea rah kiri
Dikutip dari Tee LH, Chee NWC. Vestibular
Rehabilitation Therapy for the Dizzy Patient. Annals Academy of Medicine 2005;
34 (4): 289-94.
2.
Eppley maneuver14
(Pasien pada posisi duduk lurus menghadap ke depan di
tempat tidur. Kepala pasien dimiringkan oleh petugas ke arah kanan dengan sudut
450 ke kanan. Kemudian pasien secara cepat di tidurkan telentang
dengan kepala sedikit di rendahkan 200. Setelah 30 detik kepala
dimiringkan dengan sudut 900 ke kiri selama 30 detik dan kemudian
pasien dimiringkan makin ke kiri 90 0. Terakhir pasien dikembalikan
ke posisi duduk.
Dikutip dari Swartz R, Longwell P. Treatment of
Vertigo. American Family Phisician 2005; 71 (6): 1115-22.)
3.
Latihan visual
vestibular19
(pasien
pada posisi duduk, kemudian kepala menoleh ke kanan pada sudut 450 dengan
pandangan tetap ke arah depan selama 30 detik, kemudian pandangan kembali ke
depan dan dilanjuttkan ke arah kiri dengan pola yang sama.
Dikutip
dari Hain TC. Balance and Vestibular Rehabilitation Therapy. Last updated: 9/2002. Diakses dari www.tchain.com tanggal 2 Agustus 2010).
4.
Latihan berjalan7
a.
Jalan menyebrang
ruangan dengan mata terbuka
b.
Berjalan tandem
dengan mata terbuka dan tertutup bergantian
c.
Jalan
mengelilingi seseorang sambil melempar bola dengannya
d.
Physical
conditioning dengan melakukan olah raga bowling, basket dan jogging.
CATATAN : BEBERAPA PENYEBAB VERTIGO YANG SERING
Benign Paroxysmal Positional Vertigo
Dianggap merupakan penyebab
tersering vertigo; umumnya hilang sendiri (self limiting) dalam 4 sampai
6 minggu. Saat ini dikaitkan dengan kondisi otoconia (butir kalsium di dalam
kanalis semisirkularis) yang tidak stabil. Terapi fisik dan manuver
Brandt-Daroff dianggap lebih efektif daripada medikamentosa.11,14
Penyakit Meniere
Dianggap disebabkan oleh
pelebaran dan ruptur periodik kompartemen endolimfatik di telinga dalam; selain
vertigo, biasanya disertai juga dengan tinitus dan gangguan pendengaran. Belum
ada pengobatan yang terbukti efektif; terapi profilaktik juga belum memuaskan;
tetapi 60-80 % akan remisi spontan. Dapat diberikan vasodilator, diuretik ringan
bersama diet rendah garam; kadang-kadang dilakukan tindakan operatif berupa
dekompresi ruangan endolimfatik dan pemotongan n.vestibularis. Pada kasus berat
atau jika sudah tuli berat, dapat dilakukan labirintektomi atau merusak saraf
dengan instilasi aminoglikosid ke telinga dalam (ototoksik lokal). Pencegahan
antara lain dapat dicoba dengan menghindari kafein, berhenti merokok, membatasi
asupan garam. Obat diuretik ringan atau antagonis kalsium dapat meringankan
gejala. Simtomatik dapat diberi obat supresan vestibluer(terutama antihistamin).8,11
Neuritis vestibularis
Merupakan penyakit yang self limiting, diduga
disebabkan oleh infeksi virus; jika disertai gangguan pendengaran disebut
labirintitis.
Sekitar 50% pasien akan sembuh dalam dua bulan. Pada
fase awal, pasien dianjurkan istirahat
di tempat tidur, diberi obat supresan vestibuler dan anti emetik. Mobilisasi dini dianjurkan untuk merangsang
mekanisme kompensasi sentral.11
Vertigo akibat obat
Beberapa
obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan hilangnya
pendengaran.Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop,
antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung
platina. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin;
sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik.
Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain
sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin.
Terapi berupa penghentian obat
bersangkutan dan terapi fisik; penggunaan obat supresan vestibuler tidak
dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibluer. Obat penyekat
alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa
melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo.8,11
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Storper IS,
Roberts JK. Dizziness, Vertigo and Hearing Loss. In: Rowland LP, Pedley TA
(eds). Merritt’s Neurology, Twefth edition. Philadelphia: Lippincott William
& Wilkins, 2010.
2.
Demyer WE. Deafness,
Dizziness and Disorder Of Equilibrium. In: Ropper AH, Brown RH (eds). Adams and
Victor’s Principles of Neurology, Eighth edition. New York: McGraw-Hill, 2005.
3.
Hanley K, Dowd
TO. Symptoms of Vertigo in General Practice: A Prospective Study of Diagnosis.
British Journal of General Practice 2002; 52: 809-12.
4.
Towler HMA.
Dizziness and Vertigo. British Medical Journal 1984; 288: 1739-43.
5.
Samy HM, Hamid
MA. Dizziness, Vertigo and Imbalance. Updated
14 Januari 2010. Diakses dari www.emedicine.medscape.com
tanggal 1 Agustus 2010.
6.
Strupp M, Brandt
T. Diagnosis and Treatment of Vertigo and Dizziness. Deutsches Arzteblatt
International 2008; 105 (10): 173-80.
7.
Kelompok Studi
Vertigo PERDOSSI. Vertigo: Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi. 1998.
8.
Weber PC.
History and Physical Examination. In: Weber PC (ed) .Vertigo and Disequilibrium.
New York: Thieme Medical Publishers, 2008.
9.
Hain TC. Drug
Treatment of Vertigo. Last updated:
9/2002. Diakses dari www.tchain.com tanggal 2 Agustus 2010.
10. Joesoef AA. Tinjauan Umum Mengenai Vertigo. Dalam:
Joesoef AA, Kusumastuti K (eds). Neuro-Otologi Klinis Vertigo. Surabaya:
Airlangga University Press, 2002.
11. Wreksoatmojo BR. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin
Dunia Kedokteran 2004; 41 (144): 42-44.
12. Kerns SC, Stankiewicz, Marzo SJ. Dizziness and
Vertigo. In: Biller J (ed). Practical Neurology. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins, 2009.
13. Chang AK. Benign Positional Vertigo. Updated 24 Agustus 2009. Diakses dari www.emedicine.medscape.com tanggal 1 Agustus 2010.
14. Swartz R, Longwell P. Treatment of Vertigo. American
Family Phisician 2005; 71 (6): 1115-22.
15. Marill KA. Central Vertigo. Updated 6 November 2009. Diiakses dari www.emedicine.medscape.com
tanggal 1 Agustus 2010.
16. Brandt T, Dieterich M, Strupp M. Bell DS. Vertigo and
Dizziness. London: Springer-Verlag, 2005.
17. Tee LH, Chee NWC. Vestibular Rehabilitation Therapy
for the Dizzy Patient. Annals Academy of Medicine 2005; 34 (4): 289-94.
18. Troost BT, Patton JM. Exercise therapy for Positional
Vertigo. Updated 27 Maret 2001.
Diakses dari www.newbppvpaper.html.
19. Hain TC. Balance and Vestibular Rehabilitation
Therapy. Last updated: 9/2002.
Diakses dari www.tchain.com tanggal 2 Agustus 2010.
Langganan:
Postingan (Atom)